Kamis, 29 Januari 2009

Bagaiman Menangani karyawan

Menangani karyawan dengan berbagai macam kepribadian pastilah merupakan tugas yang tidak ringan. Bagaimana memecahkan masalah yang mereka alami dengan tidak melanggar peraturan perusahaan serta tetap bisa mempertahankan produktivitas mereka adalah tantangan yang berat . Sekarang, bagaimana agar anda dalam memecahkan masalah mereka tetap dihormati?

Berikut artikel yang saya harapkan akan membantu.

Sebagian besar karyawan menyelesaikan pekerjaan mereka pada tingkat yang bisa diterima. Pada kondisi tertentu bahkan mereka dapat menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Bagaimana pun, pada saat-saat tertentu, sedikit masalah karyawan dapat menyerap begitu banyak waktu dan tenaga manajer untuk memecahkannya. Berikut, sepuluh faktor yang turut memberi andil pada munculnya masalah-masalah kepegawaian di tempat kerja.

1. Pelatihan Dan Standar yang tidak memadai, atau Terlalu Dini Memberikan Tanggung Jawab yang terlalu banyak
Karyawan meniru anda, atasan mereka. Jika anda belum menetapkan standar yang jelas, atau tidak memberikan program pelatihan yang dibutuhkan oleh karyawan sehubungan dengan tugas-tugas mereka, maka hasil yang anda terima adalah perilaku kerja yang asal-asalan, produtivitas rendah, kualitas kerja buruk, dan kebingungan serta selalu mengatakan sulit atau tidak bisa jika diberikan suatu tugas tertentu. Karyawan yang sudah terlalu jauh akan mulai menggelepar- gelepar dan menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa mencapai tujuannya, tapi yang paling umum adalah mereka akan mencari orang lain untuk dipersalahkan, dan seringkali orang itu adalah anda.

2. Tujuan yang Saling Bertentangan
Kesesuaian antara tujuan-tujuan organisasi dan individu sangat penting bagi lancarnya kegiatan manajemen. Tugas manajer adalah membantu karyawan memantapkan hubungan antara dua tujuan ini yang seringkali saling bertentangan. Jika karyawan tidak merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan, antusiasme mudah luntur dan menumbuhkan keengganan berusaha.

3. Arogansi Pemimpin
Seorang CEO pernah berujar, "Menjadi CEO yang sukses di jaman sekarang ini membutuhkan sejumlah kearogansian yang terkendali."
Saya tidak setuju. Ego, arogansi dan ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan adalah sesuatu yang antagonistik dalam kepemimpinan yang efektif. Arogansi memicu kebencian dan sabotase dari karyawan.

4. Mentoleransi Standar yang biasa-biasa saja
Kemalasan dan rendahnya motivasi dari atasan atau karyawan akan mendorong pada pencapaian yang biasa-biasa saja. Lebih buruk lagi, perilaku ini segera saja sulit dikendalikan yang mengakibatkan pada keengganan untuk memikul tanggung jawab, sikap menggerutu dan saling menyalahkan orang lain. Manajer bertanggung jawab untuk menciptakan tuntutan yang positif pada karyawannya sehingga menumbuhkan kepercayaan diri pada kemampuan karyawan tersebut. Kepercayaan diri akan melahirkan motivasi yang kuat dan prestasi yang luar biasa.

5. Menyebarkan Kelemahan Anda
Beberapa manajer membangun hubungan dengan cara membagikan persoalan-persoalan, ketakutan dan kelemahan-kelemahan mereka pada karyawan mereka. Mungkin mereka mengharapkan adanya simpati dari karyawan, namun seringkali yang diterima adalah hal yang berbeda.
Alih-alih memberikan simpati, karyawan malah menganggap atasannya tidak cukup profesional.

6. Tidak Mau Mentolerir Kegagalan
Pimpinan yang hanya mau menerima keberhasilan dari karyawannya sedang menciptakan kondisi kerja yang selalu dalam keadaan bahaya ketimbang lingkungan yang mendorong karyawan berani mengambil resiko. Kegagalan adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah pengalaman demi pencapaian yang lebih tinggi.
Dalam beberapa hal, manajer harus bertindak sebagai pelatih, yang memberikan semangat, membujuk, menantang dan bertepuk tangan, bahkan pada sebuah kegagalan. Kegagalan membangkitkan kesadaran anda dan karyawan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan untuk sukses.

7. Ketidak-Jujuran
Ada beberapa manajer yang menyatakan bahwa perilaku etis dan kejujuran sudah tidak lagi memberikan sumbangan bagi keberhasilan perusahaan. Mereka lebih suka berunding secara diam-diam dan melakukan "etika kompromi". Namun, karyawan tidak suka melihat hal yang demikian. Bila suatu persoalan dilihat oleh para manajer tadi sebagai hal yang berada pada "bidang abu-abu", karyawan melihatnya secara jelas sebagai hal yang hitam putih.

8. Kurangnya Keteladanan
Di masa sekarang ini, disiplin lebih banyak ditumbuhkan melalui teladan daripada aturan. Atasan yang selalu datang terlambat dan pulang lebih awal, atau tidak menyelesaikan tugas-tugasnya sendiri tidak boleh mengeluh bila prestasi departemennya berada di bawah par.
Kinerja yang ditunjukkan melalui contoh sehingga anda berhak berkata, "kerjakan sebagaimana yang saya lakukan dan saya katakan" akan mendorong terciptanya produktivitas tinggi, keterpaduan team kerja dan mengurangi persoalan-persoalan kerja.

9. Kepemimpinan dengan Instruksi

Jika anda, sebagai manajer, tidak bisa membedakan antara instruksi dan penemuan, serta anda lebih suka melakukan yang pertama ketimbang yang kedua, anda dipersilakan bersiap-siap menghadapi persoalan dengan karyawan anda. Salah satu peran manajer adalah mengajarkan, tetapi di lapangan kerja sekarang di mana pekerja-pekerja intelektual merajalela, mengajar harus disertai dengan kesadaran subtil mengenai apa yang harus dilakukan untuk menstimulasi, membangkitkan minat belajar terutama di bidang-bidang yang kompleks.

10. Melangkahi Persoalan
Atasan yang suka menunda-nunda penyelesaian masalah-masalah karyawan akan mendapati masalah itu semakin menumpuk dan membebani dirinya. Aturannya sederhana saja, bila anda menghindari masalah hari ini, esok anda akan gagal.

Jadi bagaimana dengan atasan Anda dalam mengatasi suatu masalah?

(diadaptasi dari "10 Factors that Contribute to Employee Problem Behavior in Workplace", Shale Paul)

Tidak ada komentar:

Google Talk